Ketika Sebuah Titik Menjadi Dulang

Rabu, 09 Maret 2011
Titik.Untuk mengenalnya aku hanya perlu beberapa detik.Titik,untuk mengertinya aku perlu berfikir,kapan saat yang tepat untuk berhenti,mengatur nafas dan menariknya lalu melanjutkan bacaan lagi.Tapi,apa kau mengerti yang aku baca?Apa kata-kata itu hanya kerangka dan tak mengenal cakrawala saat awan menebal karena langit meninggalkannya?sedang aku sering melangkahi titik tanpa berhenti,tanpa menyesal tanpa marah kalau dituduh orang bebal.

 Pesanku mahal didalam hatiku,hingga aku hanya menjadi sandal atau terompah bagi para penari gombal.Kembali pada titik.Aku tak berkata.Tidak berisik.Karena banjir bisa gagal kalau aku bikin sambal,Pdahal makanan harus segar dihidangkan.Titik,bukan sekedar halte.Tapi tempat menyelami hati,membongkar jantung yang beku dan mengukir sebuah nama dan empedu,atau pada setiap engsel tulang-tulangku.Satu saat titik itu menjadi sebuah dulang yang kutabuh sambil berdendang mengamati layang-layang yang melayang dilangit biru.Satu saat titik itu mewakili hitam biji mata ibuku,yang memancarkan rindu dingarai anai yang sampai kiamat tak selesai selesai.Mata itu tiba-tiba menjadi matahari,yang tak pernah bosan senyum dan hadir setiap hari.

0 komentar:

Posting Komentar